BREAKING NEWS
SPACE IKLAN INI DISEWAKAN
untuk informasi hubungi Dewan Redaksi 0877-9361-6743

Dari Lahan Tandus Menjadi Kebun Alpokat: Kisah Inspiratif Haryono, Petani Milenial Wonogiri

Sejak tahun 2023, ia memulai mimpi besar untuk mengembalikan kehidupan pada tanah terabaikan

 Tirtomoyo, Wonogiri MR– Lahan yang dulu dianggap “mati” dan tak subur kini berubah menjadi kebun alpokat produktif, berkat tangan dingin seorang petani milenial bernama Haryono.

 Sejak tahun 2023, ia memulai mimpi besar untuk mengembalikan kehidupan pada tanah terabaikan. Kini, kisahnya menjadi inspirasi bagi generasi muda di wilayah tersebut untuk berani mengolah lahan marginal menjadi aset ekonomi.

Lahan di Brangkal, Sendangmulyo, dan Tirtomoyo pernah dikenal sebagai tanah kering dengan sedikit produktivitas. Curah hujan yang tidak menentu, struktur tanah yang kurang baik, serta kurangnya akses teknologi menjadikan pertanian di sana sulit berkembang. 

Banyak petani bertahan pada tanaman pangan musiman atau menyerah dan menjual lahannya.

Namun Haryono melihat potensi tersembunyi: jika lahan itu dikelola dengan tepat, tanaman buah seperti alpokat mungkin bisa tumbuh. Dengan keyakinan dan tekad, ia mulai merancang skema budidaya yang cocok untuk kondisi lokal.


Sejak tahun 2023, Haryono mulai menanam alpokat dengan lima varietas unggulan, yaitu:Aligator ,Pluang , Mentega Jumbo Kelut ,Kendil ,Miki .

Ketika ditanya mengapa memilih kelima varietas itu, Haryono menjelaskan bahwa variasi jenis memberikan peluang lebih besar untuk sukses. 

Jika satu varietas kurang cocok terhadap kondisi mikro-lokasi (iklim mikro, kelembapan tanah, penyakit), varietas lain bisa menutup risiko gagal panen.

Dalam pola tanamnya, ia juga menyisipkan tanaman pepaya sebagai tanaman pelengkap. Sebab pepaya cepat berbuah dan membantu menekan biaya pemeliharaan lahan kosong.

 Dari satu batang pepaya, dapat dipanen 10–12 kg, dengan harga patokan jual antara Rp 20.000–40.000 per kg. Dengan total 150 batang pepaya yang sudah mulai berbuah, pendapatan sampingan ini cukup menjanjikan.

Dari 150 batang alpokat yang telah mulai berbuah, Haryono berharap dalam tahun-tahun mendatang bisa menghasilkan puluhan ton alpokat. 

Meskipun belum semua pohon berbuah secara masif, produktivitas awal sudah menunjukkan potensi.

Jika tiap batang dalam satu musim rata‑rata menghasilkan buah (tergantung varietas dan perawatan), peluang pendapatan terbuka lebar. 

Harga alpokat di pasar lokal saat ini cukup menarik: di beberapa daerah, jenis alpokat unggul seperti Aligator bisa mencapai ukuran besar dan harga jual per kilogram di kisaran belasan hingga puluhan ribu rupiah. Misalnya, di Wonogiri sudah terdapat kebun alpokat varietas Aligator yang menghasilkan buah berukuran 0,7–1,13 kg per butir. 

Pendapatan dari pepaya juga membantu “menahan beban” saat alpokat belum produksi optimal.

Keberhasilan Haryono tidak lepas dari disiplin dalam pemeliharaan. Beberapa teknik utama yang diterapkan:

  1. Pemupukan rutin tiap 15 hari
    Dalam manajemen pupuk, Haryono menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik, serta mikroba pengurai agar kesuburan tanah tetap terjaga.

  2. Pengairan dan irigasi mikro
    Meski lahan awalnya kering, sistem irigasi tetes atau selang mikro membantu menjaga kelembapan tanah agar tidak stres ke tanaman.

  3. Pengendalian hama dan penyakit
    Dengan varietas yang toleran, rotasi, serta pengamatan rutin, serangan hama seperti kutu atau penyakit jamur dapat ditekan. Varietas Miki, misalnya, dikenal memiliki keunggulan tahan hama ulat karena menghasilkan enzim antiprotease.

  4. Pemangkasan dan pembentukan tajuk
    Supaya sinar matahari merata dan sirkulasi udara baik, pohon-pohon alpokat dipangkas strategi agar buah tidak terlalu rapat dan serangan penyakit dikurangi.

  5. Pendekatan agroforestri / tumpangsari
    Menyisipkan pepaya atau tanaman cepat berbuah membantu efisiensi penggunaan lahan dan menjaga keanekaragaman tanaman, sehingga risiko gagal total lebih rendah.

Transformasi lahan tandus menjadi kebun alpokat oleh Haryono sudah mulai membawa perubahan:

  • Meningkatkan pendapatan keluarga petani secara signifikan dibanding pertanian konvensional di lahan marginal.

  • Membuka peluang lapangan kerja lokal, terutama dalam pemeliharaan, panen, dan pemasaran buah.

  • Menjadi contoh dan inspirasi petani muda di daerah Brangkal, Sendangmulyo, Tirtomoyo dan sekitarnya untuk tidak meninggalkan pertanian.

  • Menumbuhkan kesadaran bahwa lahan yang dianggap “tak berguna” masih punya potensi jika dikelola secara tepat.


Ke depan, Haryono berharap bisa memperluas areal penanaman, memperkuat jaringan pemasaran, dan meningkatkan kualitas buah supaya bisa masuk pasar ekspor atau premium. 

Ia ingin menjadikan kebunnya sebagai “demo plot” bagi petani lain, sekaligus mengundang penyuluh, mahasiswa, dan investor untuk belajar bersama.

Dengan teknologi tepat guna, pemilihan varietas unggul, dan semangat regenerasi petani muda, ladang tandus di Wonogiri bisa berubah menjadi kebun buah produktif yang menjanjikan  bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk masyarakat luas di Brangkal, Sendangmulyo, dan Tirtomoyo.( Yayok / Pimred Cahyospirit )












Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar