BREAKING NEWS
SPACE IKLAN INI DISEWAKAN
untuk informasi hubungi Dewan Redaksi 0877-9361-6743

BEDAH BUKU BADHUTAN MOJORENO:MENGGALI KEARIFAN LOKAL, MENDORONG MINAT BACA

 

Bedah buku Badhutan Mojoreno karya Kun Prastowo dilaksanakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Wonogiri dibuka oleh Asisten Sekda Kabupaten Wonogiri, Dra Ristanti MM

Wonogiri MR - Bedah buku Badhutan Mojoreno karya Kun Prastowo dilaksanakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Wonogiri diikuti 50 peserta dari berbagai kalangan berlangsung interaktif.

Bedah buku Badhutan Mojoreno menampilkan Kun Prastowo selaku penulis buku, Dr Muhammad Julijanto (akademisi) selaku panelis dan dipandu oleh Amalia Putri (Duta Wisata Wonogiri) serta mengadirkan pelaku Badhutan Mojoreno, Indarto.


Bedah buku dibuka oleh Asisten Sekda Kabupaten Wonogiri, Dra Ristanti MM, dalam sambutannya menyoroti rendahnya minat baca di tengah masyarakat dan perlunya mendorong kegemaran membaca.

“Membaca itu mengasyikkan; maka harus senantiasa diupayakan agar minat baca masyarakat terus meningkat. Melalui bedah buku Badutan Mojoreno ini kita ambil ibroh-nya, kita petik manfaatnya. 

Wonogiri telah menerapkan perpustakaan berbasis inklusi yang dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi masyarakat,” papar Dra Ristanti MM. 

Pada laporan pembukaan, Kepala Disarpus Wonogiri, Mawan Tri Hananto M.Si mnejelaskan bahwa bedah buku Badhutan Mojoreno kalai ini merupakan upaya meningkatkan minat baca dan literasi sekaligus merangkai jejak sejarah dan kearifan lokal di Kabupaten Wonogiri.

“Disarpus Wonogiri terus berkomitmen untuk menumbuhkan literasi berbasis lokal untuk mendukung indek perpustakaan daerah yang masih rendah.

 Salah satu yang terus kita tingkatkan adalah koleksi buku di Perpusda yang belum mencapai dua kali lipat jumlah penduduk Wonogiri,” tambah Mawan Tri Hananto.

Buku Badhutan Mojoreno menceritakan perjuangan Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa ketika melawan Kompeni.

 Berlarutnya pertikaian di kraton Surakarta, mendorong Kanjeng Sinuwun Pakubuono III mengutus Ki Guno Sumadyo untuk membujuk Raden Mas Said bersedia kembali ke dalam kraton. Ki Guno Sumadyo menampilkan tarian badutan lucu di hadapan Raden Mas Said ketika bertemu di Padhepokan Dhungsono. 

Tarian yang dibawakan di bawah pohon mojo itu membuat Raden Mas Said rena (senang). Maka tempat itu di beri nama Mojoreno.

“Buku Badhutan Mojoreno ini telah memenuhi unsur orentasi, komplikasi dan revolusi serta dituliskan dengan runtut. 

Titik krusial yang disampaikan dengan lugas adalah pemaknaan kembali atas materi tutur yang menjadi ciri cerita rakyat menjadi bahasa tulis yang mudah dipahami dan menarik,” urai Dr Muhammad Julijanto, panelis.

Sementara menurut Kun Prastowo bahwa buku Badutan Mojoreno ini merupakan upaya mendokumentasi serpihan cerita bertutur di tengah masyarakat Wonogiri yang masih berserak.

“Wonogiri memiliki wilayah yang luas dengan kekayaan cerita yang dapat diangkat menjadi media untuk membentuk karakter masyarakatnya di tengah gempuran era digital yang semakin mengglobal ini. 

Buku ini diharapkan menjadi pemicu bagi penulis lain untuk menggali dan mengangkat cerita-cerita yang bertebaran di wilayah Kabupaten Wonogiri,” ujar Kun Prastowo.

Hal lain yang tidak kalah penting; harus diakui bahwa seni pertunjukan tradisi Badhutan Mojoreno saat ini mengalami kemunduran sehingga perlu pembinaan dan pengembangan keseniaan tradisional baik segi kualitas maupun kwantitasnya. Pembinaan seni tradisi juga harus mendapat dukungan dari berbagai pihak.( PIMRED Cahyospirit )














Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar