BREAKING NEWS
SPACE IKLAN INI DISEWAKAN
untuk informasi hubungi Dewan Redaksi 0877-9361-6743

Trauma dan Harapan di Pasar Wonogiri, Jeritan Pedagang di Tengah Ketidakpastian Pemulihan

Retno, wajah yang menggambarkan betapa perihnya bencana kebakaran dan kehilangan seluruh sumber nafkah hanya dalam hitungan menit.

WONOGIRI MR– Asap hitam itu telah lama hilang. Sisa bara juga telah dipadamkan. Namun bagi para pedagang Pasar Wonogiri, api yang melalap bangunan beberapa waktu lalu masih menyisakan panas di dada. Luka kehilangan tempat usaha, barang dagangan, dan ruang kehidupan tak kunjung padam. Di antara puing dan lapak-lapak darurat yang sempit, ratusan pedagang kini menjalani hari-hari yang serba tidak pasti menyulam harapan di tengah ketidakjelasan pemulihan pasar.

Di antara mereka, Agung Wiyono dan Retno menjadi dua wajah yang menggambarkan betapa perihnya bencana itu. Keduanya kehilangan seluruh sumber nafkah hanya dalam hitungan menit.

Bagi Bapak Agung, pedagang camilan dan minuman, kerugian kebakaran tak hanya soal barang dagangan yang habis. Lapaknya di lantai satu ludes tanpa sisa setelah api yang bermula dari lantai dua merambat cepat ke seluruh bangunan.

"Terbakar semua, mbak. Karena nggak sempat menyelamatkan," tuturnya dengan suara berat saat ditemui Jumat (28/11/2025).

Kerugian yang ia tanggung menyentuh angka 100 juta rupiah angka yang baginya terasa seperti tembok besar yang sulit dipanjat.

Nasib serupa dialami Ibu Retno, pedagang sayur yang telah puluhan tahun menggantungkan hidupnya pada pasar. Lapaknya hancur 100%, menyisakan hanya sebuah timbangan dan bandul kecil yang sempat ia selamatkan.

Stok sayurnya saat itu memang tidak banyak, namun kerusakan bangunan dan peralatan membuatnya harus memulai dari titik nol.

Di masa pemulihan ini, para pedagang dipindahkan ke lokasi darurat. Namun tempat itu jauh dari ideal.  Agung kini berjualan di depan stasiun dengan lapak yang ukurannya hanya sepotong dari yang ia miliki dulu. "Biasanya empat banding tiga, sekarang cuma satu setengah banding… jadi dagangannya nggak bisa lepas, nggak bisa dasarannya semua," keluhnya.

Keterbatasan ruang membuat omzetnya anjlok. Barang yang biasanya bisa ia pajang lengkap, kini hanya sebagian kecil yang bisa ditampilkan.

Sementara itu, Retno diarahkan ke pasar daerah yang masih dalam tahap pembagian tempat. Peresmiannya baru dilakukan Senin .

Namun proses penempatan pedagang justru memantik ketegangan.

"Pembagian tempatnya yang bikin kisruh, tapi ya… masih bisa terkondisikan, masih aman," ujarnya, mencoba tetap tenang.

Retno telah menerima bantuan berupa uang tunai dan sembako, dan ia bersyukur prosesnya lancar. Namun kebutuhan utama para pedagang bukan hanya bantuan sementara. Yang mereka dambakan adalah pemulihan pasar tempat kembali, ruang aman, dan kesempatan memulai ulang dengan layak.

Agung berharap pemerintah bergerak cepat. "Pasar darurat tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan," tegasnya. Ia ingin pasar diperbaiki, mulai dari perbaikan sedang hingga rekonstruksi total bila perlu.

Ibu Retno pun menyuarakan hal serupa. "Semoga cepat bisa diperbaiki pasar ini," katanya.

Baginya, tempat sementara sangat rawan. Barang-barang hanya ditutup gerukopto penutup seadanya yang membuat dagangan tak aman dari hujan, debu, atau pencurian.

Namun harapan itu belum mendapat kepastian. Pemerintah belum bisa menentukan kapan pembangunan pasar akan dimulai.

Menurut Ibu Retno, pemerintah masih harus membangun SOP terlebih dahulu. Sebuah proses administratif yang membuat waktu seakan berhenti bagi para pedagang.

Di atas meja-meja darurat, di bawah tenda yang rentan diterpa angin, para pedagang mencoba bertahan. Mereka tetap datang setiap hari, menjajakan barang seadanya sambil menunggu kabar yang tak kunjung tiba.

Ketidakpastian ini menumbuhkan kecemasan. Namun di balik itu, tersimpan tekad untuk tidak menyerah.

Pasar bukan sekadar tempat berdagang bagi mereka pasar adalah denyut hidup, ruang sosial, dan tempat menjemput rezeki yang menjadi sandaran keluarga.

Di tengah abu bekas kebakaran, mereka masih membawa asa. Harapan bahwa suatu hari nanti, pasar itu akan berdiri lagi lebih layak, lebih aman, dan mampu mengembalikan senyum para pedagang yang kini sedang belajar berdiri kembali dari keterpurukan. (Melysa Linda Sary  Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam, STAIMAS Wonogiri/ Pimred Cahyospirit )









Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar