BREAKING NEWS
SPACE IKLAN INI DISEWAKAN
untuk informasi hubungi Dewan Redaksi 0877-9361-6743

Pagelaran Wayang Kulit dalam Semangat Sedekah Bumi: Guyub, Syukur, dan Pelestarian Budaya Di Pondok, Ngadirojo

Pagelaran wayang ini mengusung lakon Wahyu Sandhang Pangan, dibawakan oleh dalang Ki Widodo Wilis Prabowo, S.Sn

Ngadirojo, Wonogiri MR - Pada Kamis, 9 Oktober, warga Dusun Semen, desa Pondok, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, menyelenggarakan tradisi tahunan Sedekah Bumi atau sering juga disebut Bersih Dusun dengan suguhan pagelaran wayang kulit. 

Acara dimulai sekitar pukul 21.00 WIB dan berlangsung hingga pukul 03.00 dini hari.

Pagelaran wayang ini mengusung lakon Wahyu Sandhang Pangan, dibawakan oleh dalang Ki Widodo Wilis Prabowo, S.Sn. Hadir sebagai tamu undangan antara lain anggota DPRD Kabupaten Wonogiri, Bapak Sutoyo, bersama jajaran perangkat Desa Pondok, serta masyarakat dari Dusun Semen dan sekitarnya.


Menurut keterangan dari Maryono, salah satu panitia pelaksana, acara semacam ini memang rutin digelar setiap tahun sebagai wujud syukur warga terhadap limpahan rezeki dari bumi dan sebagai sarana mempererat silaturahmi antar komponen warga desa.

 “Malam ini masyarakat tampak antusias, duduk bersama menanti pertunjukan wayang hingga larut malam,” ujarnya.

Tradisi Sedekah Bumi merupakan salah satu ritual budaya Jawa yang menyiratkan rasa syukur kepada Tuhan atas keberkahan alam dan hasil bumi. Ritual ini biasanya dilakukan oleh masyarakat agraris sebagai ungkapan terima kasih atas panen dan upaya menjaga keseimbangan alam. 

Selain itu, Sedekah Bumi juga mengandung unsur gotong royong dan kebersamaan. Warga bergotong royong menyiapkan sesaji, mengatur tempat, dan menyambut tamu dalam suasana kekeluargaan. 

Dalam konteks pertunjukan wayang, tradisi ini semakin khas karena dipadu dengan nilai-nilai kebudayaan Jawa yang tinggi  mulai dari cerita yang sarat makna, musik gamelan, dialog dalang, hingga interaksi antara dalang dan penonton. 

Keberadaan wayang dalam tradisi sedekah bumi sendiri sudah menjadi bagian dari sejarah panjang kebudayaan Jawa. Dalam sejarahnya, pagelaran wayang digunakan sebagai medium dakwah atau pengajaran agama kepada masyarakat Jawa kuno, misalnya pada masa penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga yang menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam cerita wayang.

Lakon Wahyu Sandhang Pangan sendiri sering dipilih karena muatan temanya tentang pemeliharaan kemakmuran, keadilan, dan keberkahan atas sandang (pakaian) dan pangan (makan)  dua kebutuhan pokok manusia. 

Pagelaran wayang dengan tema semacam ini memberikan pesan bahwa manusia tidak cukup hanya mengejar materi; ada tanggung jawab sosial, spiritual, dan keseimbangan alam yang harus dijaga.

Acara diawali dengan sambutan dari tokoh desa dan panitia, serta doa bersama sebagai pembuka. Setelah itu, penonton mulai mengisi tempat duduk dan menikmati hiburan ringan sebelum pukul 21.00.

Pada pukul 21.00, lampu dipadamkan sedikit demi sedikit, dan pertunjukan wayang dimulai. Gamelan mengiringi suara suling, kendang, dan saron, menciptakan suasana magis malam pedesaan. Dalang Ki Widodo Wilis Prabowo tampil dengan kredibilitas dan keluwesan dalam menyampaikan lakon Wahyu Sandhang Pangan.

Pertunjukan berlangsung dalam beberapa sesi, termasuk adegan penuh tensi, monolog para tokoh, dan dialog Pedalangan yang memikat. Di sela-sela cerita,  ada sesi limbukan atau adegan interaksi ringan antara dalang dan penonton  sebagai hiburan dan pemecah ketegangan naratif. 

Menjelang dini hari, puncak cerita diluncurkan dan klimaks lakon dibawakan dengan penuh penghayatan. Tak jarang para penonton termenung dan ikut terbawa suasana. Setelah adegan utama selesai, ditutup dengan sembah dalang, ucapan terima kasih, dan sering kali dilanjutkan dengan jamuan makan sederhana bagi penonton sebelum acara benar-benar berakhir pukul 03.00.

Sedangkan menurut Sularno kepala desa Pondok mengatakan kegiatan bersih dusun , dusun semen dengan mengadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan Dalang ki widodo wilis , pemerintah desa pondok sangat mendukung kegiatan tersebut disamping untuk Pelestarian budaya adilulung milik nusantara juga menjaga kearipan lokal serta budaya yg sampai saat ini terjaga oleh warga masyarakat dusun semen.

Sementara itu, perangkat desa berperan penting dalam memfasilitasi administrasi, perizinan, serta penyediaan sarana lapangan, listrik, kursi, dan keamanan. Dukungan dari aparat desa memudahkan kelancaran pelaksanaan acara malam hingga dini hari.


Meski kehidupan modern kian mempengaruhi pola hidup masyarakat desa, tradisi seperti Sedekah Bumi tetap bertahan, terutama di daerah pedesaan yang kental dengan nuansa agraris dan tradisi leluhur. Bahkan di kota-kota besar pun ada upaya mempertahankannya sebagai bagian dari identitas budaya.

Pagelaran wayang kulit Wahyu Sandhang Pangan dalam tradisi Sedekah Bumi Dusun Semen, desa Pondok, Ngadirojo, Wonogiri, pada malam 9 Oktober bukan sekadar tontonan seni. Ia adalah wadah simbolik: untuk bersyukur, mempererat tali persaudaraan antarwarga, dan memelihara jati diri budaya Jawa.

Semoga dengan terus digelarnya tradisi semacam ini, generasi berikutnya akan menghargai akar budaya mereka, sekaligus menjaga agar warisan leluhur tak tergerus modernitas.( Mar/ Pimred Cahyospirit )












Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar